Jumat, 15 Juni 2007

NOVELS

Aku nggak mau!

Tak terasa waktu sebulan telah berlalu sejak pertama kali bertemu dia. Aku ta menyangka bahwa hal aneh seperti ini bisa terjadi padaku. Kebersamaan yang hanya sesaat itu menyisakan saat-saat yang indah untuk dikenang. Walaupun akhirnya harus berpisah jalan, namun mungkin kenangan yang selama ini telah tercipta akan banyak menghadirkan inspirasi untuk kelanjutan hidupku.

Siang itu pertama kali aku bertemu dengannya. ketika ternyata aku dan dia adalah partner dalam kelompok studi yang menjadi beban kuliah wajib di universitas Diponegoro. Selain dia aku juga mendapat beberapa partner lain yang kelak akan mengadakan studi dan survey langsung ke masyarakat. Dan studi ini akan memakan waktu selama kurang lebih sebulan yang direncanakan akan berlangsung bulan depan, yaitu bulan Februari.

Waktu itu kami belum saling tahu, kami hanyalah dua orang asing yang secara gambling dipertemukan dalam sebuah komunitas baru. Aku siapa dan dia siapa, kami sama-sama tak saling tahu, karena memang berasal dari fakultas yang berbeda. Namun demi menjalin kerja sama tim yang baik, maka mau tidak mau kami dan juga 3 orang lainnya yang sama-sama berada dalam satu tim, harus mulai saling mengenal satu sama lain.

Tak disangka tak diduga, ternyata dia adalah sesosok orang yang dapat dengan mudahnya merasakan suka. Sedangkan aku, selama ini selalu berusaha menjadi pribadi yang ekstrovert hanya demi menjauhkan diri dari perihal cinta. Entahlah, rasa-rasanya aku belum siap untuk sebuah komitmen dalam hidup, padahal menurutku selalu dibutuhkan komitmen dalam urusan cinta. Memang, ada beberapa yang bilang bahwa masalah cinta itu tidak bisa diatur, jadi harus dibiarkan saja mengalir seperti air. Meskipun kadang aku percaya dan terbawa oleh statement itu, namun pada dasarnya aku tidak ingin hanyut dalam alirannya. Aku benar-benar bertekad untuk selalu mampu memegang kontrol atas diri dan perasaanku sendiri. Aku tidak ingin menjadi seorang yang bodoh yang bisa terombang-ambing dalam badai cinta dan kehidupan dengan mudahnya.

Kemudian dia tiba-tiba datang dihadapanku dan menawarkan rasa cinta untukku. Sepenuh hati, saat ini aku tak ingin merasakannya, aku tak ingin mengalaminya, aku tak siap menghadapi segala konsekuensinya.

“aku serius. Aku sayang sama kamu.” Katanya terus terang. Saat itu kami sedang membicarakan tentang rencana survey yang akan dilakukan besok. Namun tiba-tiba dia mulai merayuku, mencekokiku dengan kata-kata aneh yang membuatku mual. Karena aku tidak percaya pada love at the first sight, tentu aja aku menganggap kata-katanya itu Cuma gurauan belaka. Menurutku, tidak mungkin seseorang bisa menyukai orang lain dalam waktu sesingkat itu, seperti halnya dalam kisah romeo-juliet. Baru juga seminggu kenalan, masa udah jatuh cinta sama aku? Impossible kan?

“udah deyh, aku tahu kamu Cuma becanda. Soalnya ga mungkin kamu bisa suka sama aku.” Jawabku seadanya. Walaupun dalam hati aku ngerasa was-was juga siy.

“lho, kenapa ga mungkin?”

“ya soalnya kriteria wanita idaman tuwh ga ada di diriku sama sekali. Lagi pula emang aku belum mau kok jadi idaman seseorang. Jadi pasti, auraku ga enak untuk dirasain. So, kamu ga mungkin suka sama aku”. Ku coba menjelaskan alasan yang logis. Tapi kayanya ga mempan deyh. Dia masih aja terus-terusan gangguin aku dan tetep keukeuh klo dia bener-bener naruh rasa sama aku. Aku ga habis pikir, apa coba menariknya aku? Galak, kejam, suka gamparin orang tanpa alasan yang jelas, jorok, cerewet lagi. Udah gitu, aku tuwh ga ada feminim-feminimnya sama sekali. Sampai-sampai temen-temenku udah ga lg nganggep aku ini cewek. Ga ada yang menarik kan?

Dua minggu sudah, kami melewati hari-hari sibuk bersama. Dan dia belum berhenti juga dengan kegombalannya itu.

“aku tahu, kamu sebenernya juga suka kan sama aku?” tuduhnya suatu ketika. Tapi kata-katanya itu memang mengskak mat aku. Aku ini sebenernya orang yang rapuh, gampang digoda dan mudah jatuh hati. Namun justru karena itu, aku selalu berusaha menjauhkan diri dari kemungkinan jatuh cinta pada seseorang. Aku ga mau sampai kehilangan kontrol dan terjerumus dalam kebodohan rayuan cinta. Tapi kalau tiap hari aku disuguhi dengan bujuk rayu, pasti benteng hatiku lama-lama bakal terdobrak juga. Sepertinya dia tahu itu, dan dia bertekat untuk menghancurkan benteng ku dan menakhlukkan kerajaan hatiku.

Entahlah, aku ga tahu harus gimana dan bakal gimana. Sepertinya lama-kelamaan aku mulai terhanyut dalam kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkannya. Aku jadi rindu kalu dia tidak menggangguku. Tanpa kehadirannya aku merasakan sepi dan kehilangan. Lagi pula dia cukup tampan dan berdedikasi. Walaupun, aku ga mau mengakui itu padanya, tapi dia memang cukup menarik dan mudah untuk disukai wanita. Lagi pula dia tetap gigih berusaha menakhlukan hatiku, walaupun aku udah terang-terangan pasang lampu merah.

Haduh, aku bisa jadi gila kalu terus-terusan begini. Dia menyiksaku dengan kasih sayang yang tidak aku inginkan. Rasanya, dalam diriku sedang terjadi pertarungan. Antara perasaan sayang yang tidak bisa kuhindari, dengan rasa gengsi yang selama ini kujunjung setinggi langit. Salah satu bagian diriku tidak ingin kehilangan sosok yang selalu membuatku tertawa sekaligus jengkel itu. dan tanpa kusadari kejengkelan yang ditimbulkannya itu udah jadi kebiasaan untukku dan sulit untuk kutiadakan. Namun bagian diriku yang lain, tidak mau kalah dengan arus perasaan yang diciptakannya dalam diriku. Semakin kutimbang-timbang, aku semakin bingung. Aku benar-benar mulai kehilangan kontrol diri. Tapi aku ingin bangkit dan aku tak ingin kalah dalam pertarungan ini. Aku masih dengan prinsipku. Aku belum ingin ditakhlukkan.

“ya udah deyh, kalau emang kamu ga mau nyerah, ya silahkan terus-terusan ngejar aku. Tapi aku ga bisa mastiin hasil akhir yang bahagia seperti yang kamu harapkan” Suatu ketika akhirnya aku berhenti untuk melarangnya menyukaiku. Dan mulai saat itu kubiarkan dia mengatakan apa yang ingin dikatakan, dan menyampaikan rasa yang ingin disampaikannya padaku. Semua itu kuterima dengan membuka kedua tangan dan tanpa penyangkalan.

“kenapa kamu masih ga mau ngaku siy? Aku tahu kamu suka sama aku kok. Tapi kenapa kamu harus bohongin perasaan kamu sendiri? Kamu takut menghadapi perasaan kamu sendiri ya?” dan lagi-lagi kata-katanya itu mengskak matku. Memang aku ini tidak pandai menyembunyikan perasaan dan raut wajah. Katanya, mataku ga bisa bohong, masa siy?

Kemudian sejenak aku tak bisa berkata. Aku tak tahu apa yang harus kuucapkan. Aku tahu apa yang dikatakannya itu memang benar dan aku sedang berusaha mengerti perasaanku sendiri.

“emang siy, aku suka sama kamu. Aku suka kamu gangguin aku. Tapi egoku ga mau terima. Aku ingin tetap bertahan seperti ini, untouchable. Aku ga ingin takhluk sama kamu.” Jawabku akhirnya.

“kamu pikir aku ga punya gengsi? Egoku juga tinggi tahu! tapi menurutku, aku ga perlu menipu perasaanku. Aku sayang sama kamu, itu yang aku rasain. Dan Aku punya kesempatan bwat nyampein. Lalu kenapa aku harus mempertaruhkan kesempatan bahagia itu hanya demi sebuah gengsi atau apa itu?! bullshit!”

“ya kalo gitu, its up 2 you. Gengsiku siy masih ga mau kalah. Aku udah nawarin kamu bwat jadian sama aku selama sisa bulan ini. Tapi kamu ga mau. Bukannya tujuan kamu tuwh Cuma pengen jadian sama aku, iya kan?” kali ini aku yang mencoba menuduhnya. Tapi tiba-tiba dia menatapku dengan pandangan aneh yang tidak bisa kuartikan.

“pikiran kamu dangkal banget siy? Aku bukannya pengen jadi pacar kamu. Tapi aku pengen memiliki hati kamu. Aku sayang sama kamu dan aku pengen kamu menghargai itu.” tanggapnya pedas. Tapi emang siy, pikiranku dangkal. Aku ga mikir bahwa memiliki hati dengan tulus itu penting. Tapi dia salah sasaran, aku ga mau hatiku jadi milik seseorang. Jadi aku tetap pada prinsipku untuk mempertahankan gengsi. Aku tidak ingin jadi wanita bodoh seperti mantan-mantannya itu, yang dengan mudah menyerahkan hati dan harga diri hanya demi bujuk rayu gombal. Aku tidak mau terprovokasi.

“ya udah lah. We’ll see aja nanti. Kasih aku kesempatan sampai akhir bulan ini. Pasti aku bisa masuk ke hatimu. Tapi sebelum itu aku ga mau denger tentang penolakanmu. Gimana?” wah, tampaknya dia menawarkan tenggang waktu.

“ok. Tapi aku ga jamin kamu bakal dapet jawaban seperti yang kamu inginkan. Akhir bulan ini, aku bakal mutusin apakah hatiku akan kuserahkan padamu atau tidak. Deal ya?”

“Deal”

Aku tahu, sejak saat itu, aku harus terus bertahan. Mungkin semua ini memang terdengar bodoh. Mempertaruhkan kebahagiaan demi sebuah gengsi. Tapi pertarungan ini memang harus aku hadapi. Kalu pun ga sekarang, suatu saat pasti juga akan terjadi. Dan untuk saat ini, aku berharap bisa terus mengontrol perasaanku. Aku ingin stay untouchable. I really dont wanna fall. Aku harus berusaha. Kalau sekali ini aku bisa memenangkan diriku, bisa menjaga kontrol hatiku, pasti kelak aku bisa selalu memegang kontrol atas perasaan seperti ini.

Akhirnya setelah kami melalui hari-hari sibuk dan aneh, tiba jua saat berpisah. Sebulan kebersamaan akan berakhir. Dan malam ini adalah malam terakhir dalam bulan ini. Apa yang selama ini berkecamuk dalam otak dan hatiku, akan segera kuakhiri. Aku tahu. Hidup adalah pilihan. Selalu ada sesuatu yang harus kita pilih dengan segala resiko yang mungkin diakibatkan oleh pilihan kita itu. Begitu juga denganku, apapun nanti yang aku putuskan, yang jelas aku harus berani menanggung segala perasaan yang mungkin menyakitiku. Tapi karena itu keputusanku, jadi aku tidak boleh menyesalinya. Selama sisa waktu ini, aku udah benar-benar mempertimbangkan langkah yang harus aku ambil. Walaupun sulit dan salah satu bagian diriku harus kalah dari bagian yang lain. Tapi aku tidak boleh menyesal.

“maaf. Aku ga bisa.” Jawabku setelah mendengarkan pertanyaannya tentang apa keputusanku. Hanya itu yang bisa aku ucapkan. Meskipun di kedalaman hatiku aku menyukainya, tapi aku tidak ingin bersamanya. Aku masih belum ingin terbawa arus cinta yang bagai sungai anggur yang memabukkan. Biarlah aku mematangkan hati dan diri dulu untuk beberapa waktu. Hingga suatu saat kelak aku merasa siap untuk berenang dalam lautan cinta yang entah akan ditawarkan oleh siapa. Aku hanya berharap, aku mampu mengatasi perasaan sedih dan kehilangan yang pasti akan kurasakan. Karena sesungguhnya dia telah menjadi bagian dari hari-hariku, bagian dari sebuah masa lalu yang indah dan lucu. Yang pantas untuk kukenang dan kuhargai.

“makasih, kamu udah sayang sama aku selama ini. Aku memang suka sama kamu, tapi aku tidak ingin larut dalam perasaan seperti ini. Aku menyesal harus mengucapkan kata-kata seperti ini padamu. Tapi memang sejak awal, aku ingin tetap sendiri dan tak tersentuh. Kamu mendatangi orang yang salah. Walaupun aku ini lemah, tapi aku benar-benar tidak ingin kalah. Maaf ya?!” aku menjelaskan padanya tentang keadaan hatiku saat itu. tapi dia hanya diam sembari menarik nafas dalam-dalam. Dan sekali lagi dia memastikan apakah aku tidak ingin mengubah keputusan sebelum terlambat. Karena kalau bulan ini sudah selesai, semua hanya akan tinggal kenangan seperti kayu yang terbakar menjadi abu. Tapi aku memang sudah mantap dan tidak ingin bergeming. Bila setelah ini aku merasakan penyesalan, aku akan menanggungnya.

Dan akhirnya dia pergi dari kehidupanku. Tapi dia masih tinggal di dalam dasar hatiku. Perlahan-lahan aku mulai menyembuhkan diriku sendiri dengan selalu tertawa dan merasakan bahagia serta menjalin persahabatan dimana-mana. Hidup yang aneh dan indah. Hidup yang ingin kujalanai saat ini.

Tidak ada komentar: